TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan bahwa skema dana talangan untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tidak melibatkan pinjaman langsung dari pemerintah.
“Dana talangan ini bukan APBN, tapi dia seperti pinjaman yang diberikan kepada Garuda, dan Garuda sedang mencari siapa yang bisa memberikan dana Rp 8,5 triliun tersebut. Jadi, pemerintah fungsinya hanya sebagai penjamin, bukan pemberi dana,” kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga di Jakarta, Selasa 2 Juni 2020.
Arya menjelaskan, Garuda akan mendapatkan bantuan dana talangan sebesar Rp8,5 triliun melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam hal ini, pemerintah berperan sebagai penjamin dalam pemberian dana talangan tersebut.
Dia juga menegaskan bahwa Garuda tidak akan mendapatkan dana dari pemerintah yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, dana dari APBN hanya akan diberikan kepada BUMN yang dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah.
Dalam konteks Garuda, pemerintah hanya memiliki sekitar 60 persen saham perusahaan. Adapun sisanya, 25 persen dimiliki oleh PT Trans Airways dan sisanya dipegang oleh masyarakat. Dana ini juga tidak akan digunakan untuk membayar utang perseroan.
Emiten berkode saham GIAA itu memang memiliki utang yang akan jatuh tempo berjumlah cukup besar, US$ 500 juta. Namun, dana talagan kali ini akan digunakan untuk modal kerja.
Adapun, utang US$ 500 juta yang bersumber dari penerbitan sukuk global itu tengah dalam proses restrukturisasi. Perseroan masih menunggu persetujuan para pemegang sukuk untuk memperpanjang masa pembayaran pokok utang.
“Jadi, bukan dana dari APBN yang masuk ke Garuda, tapi menjamin Garuda saat mengambil pinjaman. Sehingga, kalau dikatakan dana itu akan digunakan untuk bayar utang, itu tidak bisa, karena memang tidak ada uang yang masuk ke Garuda,” kata Arya Sinulingga.